Sabtu, 05 November 2011

Glen Glenardi : Saya bukan tipe orang feodal

Bisakah Anda gambarkan kondisi pasang surut perusahaan yang Anda pimpin?

Saya masuk Bank Bukopin pada sebagian sejarahnya. Pada 1986, bank ini banyak mendapatkan likuiditas dari Bulog. Namun, pada 1989 banyak proyek yang mengalami masalah sehingga masuklah manajemen baru. Pada 1992, terjadi pergantian badan hukum.

Pada 1999, Bank Bukopin ikut terimbas krisis moneter. Berdasarkan penilaian Kantor Akuntan KPMG ketika itu, Bulog ­sebagai pemilik merupakan bagian dari risiko. Oleh karena itu, kami mendapatkan rekapitalisasi sebesar Rp390 miliar. Namun, kami juga paling cepat keluar dari program tersebut, karena memang secara finansial tidak mengalami persoalan.

Situasi tersulit apakah yang pernah dihadapi perusahaan dan bagaimana Anda memecahkannya?

Sebagai eksekutif tentu masalah datang dan pergi. Seperti saat hendak melakukan penawaran saham perdana ke publik, krisis keuangan global melanda sehingga memaksa manaje men untuk memangkas target dari 30% saham menjadi 15% saham. Namun, kami memanfaatkan momen tum lain dengan melepas saham tersebut pada kesempatan berikutnya, yakni tahun ini, dan kami sukses melakukan rights issue.

Pernahkan Anda mengambil keputusan keliru yang kemudian Anda sesali?

Ini menyangkut strategi bisnis. Sebagai bankir, saya dituntut untuk berani mengambil risiko, terutama terkait dengan keputusan kredit. Pernah ada keputusan yang ternyata tidak sesuai dengan harapan dan menjadi masalah di kemudian hari. Namun, sepanjang pengambilan keputusan itu dilakukan secara profesional dan tidak memimbulkan konflik kepentingan, semua pasti bisa dipertanggungjawabkan.

Pernahkan Anda mengambil keputusan yang sangat sulit dan dilematis?

Saat mengubah arah bisnis. Ketika itu saya baru saja menjabat dirut menggantikan Pak Sofyan Basir [yang terpilih menjadi Dirut PT Bank Rakyat Indonesia Tbk]. Manajemen memutuskan untuk mengembalikan fungsi cabang sesuai wilayah kerjanya. Jadi, tidak bisa lagi cabang di Purwakarta mengelola nasabah di Cilegon, misalnya, karena terlalu jauh dan tak efisien. Setiap nasabah harus ditangani oleh cabang terdekatnya.

Jelas itu tidak mudah karena praktis membuat banyak orang yang kelabakan. Meksi demikian, keputusan itu harus dijalankan demi membuat bisnis lebih baik. Keputusan ini juga mendorong setiap cabang harus bekerja sama, bukan saling bersaing.

Ada juga hal yang dilematis seperti saat kami menggelar IPO [initial public offering]. Tiba-tiba banyak investor yang batal beli. Dalam keadaan seperti ini pilihannya serba sulit. Jika IPO sama sekali dibatalkan maka pertaruhannya adalah reputasi Bank Bukopin ke depan. Akhirnya diputuskan, separuh saja yang dilepas, dengan komitmen sisa nya dilepas saat kondisi pasar bagus.

Adakah keputusan Anda yang dianggap paling monumental atau strate gis sehingga mampu membawa kemajuan perusahaan?

Saat memutuskan Bank Bukopin melakukan initial public offering, ini membawa konsekuensi pada sebuah perubahan yang besar di perusahaan. Sebagai perusahaan publik, semua aktivitas menjadi lebih terukur, tata kelola perusahaan juga harus lebih baik, serta perencanaan bisnisnya lebih matang. Prinsipnya, pemegang saham harus tahu apa yang terjadi pada perusahaan miliknya.

Hal lain yang juga tak kalah strategisnya adalah saat memutuskan untuk melanjutkan penyelamatan Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). Terus terang, langkah ini merupakan program warisan, yang sebenarnya boleh saja jika tidak diteruskan. Namun, saat itu saya dan direksi lain memutuskan untuk lanjut.

Hasilnya, kondisi BPI berangsurangsur membaik, bahkan sekarang sudah berganti nama menjadi Bank Bukopin Syariah, sebagai entitas bisnis baru yang cukup prospektif seperti dapat Anda lihat sekarang.


Jika terjadi situasi kriris, langkah prioritas apa yang akan Anda lakukan agar perusahaan survive?


Dalam berbisnis, semua risiko harus diantisipasi dan selalu siap dengan perubahan. Kami telah mengantisipasi banyak hal/ misalnya, saat bisnis mikro Bukopin kurang diterima pasar, itu bukanlah akhir dari segalanya. Perubahan  strategi harus cepat kami lakukan dengan lebih fouks menggarap produk ritelnya.


Apa rencana bisnis Bank Bukopin dalam 1-2 tahun mendatang?


Kami akan terus konsisten menggarap segmen usaha mikro kecil dan menengah. Kami tahu persaingan di ceruk pasa ini begitu ketat.


Akan tetapi, Anda juga perlu tahun bahwa Bank Bukopin punya expertise yang cukup kuat sejak puluhan tahun lalu.  Beberapa bank lain mungkin baru setahun atau 2 tahun ini masuk segmen ini.


Bagi saya, hal terpenting adalah  memilih dan mengerjakannya dengan setia. Di bisnis UKM kami telah menetapkan hati untuk terus mengembangkan yang telah ada, seperti kemitraan dengan koperasi melalui konsep Swamitra, atau membuka pasar baru dengan memberikan pembiayaan mikro melalui saluran distribusi baru.


Bagaimana Anda mempersepsikan pelanggan dan pesaing?



Jangan harap bisa memiliki nasabah setia jika Anda tidak memperlakukan mereka dengan spesial. Mendengarkan adalah kunci mengetahui kebutuhan mereka. Satu lagi, nasabah itu selalu menuntut komitmen. Oleh karena itu, jangan pernah menjanjikan hal yang tidak bisa Anda berikan. Jika Anda janji dalam 10 hari transaksi bisa deal, maka 10 hari pula nasabah menunggu. Jika lebih dari itu, maka selesailah Anda.

Jika ada karyawan yang menentang kebijakan perusahaan, bagaimana Anda memperlakukannya?

Kalau niatnya konstruktif ya dengan senang hati saya akomodasi. Sesederhana itu. Namun, jika sudah mulai destruktif ya kita merujuk pada aturan perusahaan. Bahwa kemudian ada yang keluar satu atau dua orang tentu itu wajar saja. Yang pasti di Bukopin tidak pernah ada karyawan yang resign [keluar] dalam jumlah besar sekaligus.

Apa prinsip yang Anda yakini dalam hidup dan bekerja?


Saya berpegang pada prinsip menerima dan menjalankan tugas sebaikbaiknya. Pekerjaan itu membutuhkan kesabaran. Kerja itu adalah ibadah, bukan semata karena memburu materi. Pada dasarnya saya percaya payment after performance. Saya yakin apabila diupayakan dengan baik hasilnya juga baik. Berpikiran positif dan berserah diri pada Tuhan menjadikan kita lebih damai dalam menjalani hidup.

Saya pernah mengalami masa-masa di mana tidak diberi pekerjaan oleh Bank Bukopin. Ketika itu pada 1989, saat terjadi pergantian manajemen, saya sempat dianggap sebagai penyebab terjadinya kredit macet, hal yang sebenarnya terjadi atas komando direksi lama. Ada misinformasi sehingga saya praktis di-nonjob-kan.

Kalau saya tidak berpikir positif waktu itu mungkin sudah ada gerakan, atau memilih cari pekerjaan lain. Namun, kebenaran itu tidak akan tertukar. Akhirnya saya bekerja kembali dan tak lama kemudian diangkat menjadi kepala cabang sampai akhirnya sekarang dipercaya sebagai direktur utama.

Apakah Anda menyiapkan kader-kader pemimpin baru?

Saya sudah 7 tahun memimpin Bank Bukopin, jadi pasti sudah mempersiapkan pengganti jika memang pemegang saham meminta pertimbangan. Paling tidak di benak saya sudah ada, baik dari direksi yang sekarang, general manager, maupun di tingkat divisi.

Kepemimpinan model apakah yang Anda terapkan?

Saya memilih sebuah pendekatan yang paling manusiawi dalam menggerakkan orang. Posisi boleh di atas, tetapi dalam setiap rapat rutin dengan para general manager, misalnya, saya selalu menempatkan diri saya tidak semata-mata sebagai atasan tetapi sebagai mitra. Saya bukan tipe orang feodal yang ingin selalu dihormati. Sebaliknya saya lebih menekankan bekerja secara profesional.

Saya menganut prinsip kolegial dalam bekerja. Silakan semua mengajukan pendapat, lalu mari kita cari solusinya bersama. Karena itu, rapat direksi setiap Senin, selalu melibatkan general manager agar mereka juga tahu strategi perusahaan.

Apakah Anda sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi masa pensiun nanti?

Belum ada sama sekali. Saya percaya rezeki sudah ada yang mengatur. Setelah pensiun tentu saya berharap hidup lebih baik. Ada sih rencana untuk mendirikan usaha kecil-kecilan saat pensiun nanti, tetapi sekarang belum sempat memikirkannya.

Bagaimana Anda menyeimbangkan urusan keluarga dan pekerjaan?

Saya beruntung memiliki istri yang sangat mendukung karier. Sejak menjadi bankir junior, saya begitu sibuk dengan pekerjaan. Namun, istri saya begitu pengertian. Karena itu, saya selalu berupaya agar Sabtu dan Minggu benar-benar menjadi waktu untuk keluarga.

Siapakah tokoh idola Anda?

Saya mengidolakan Nabi Muhammad dan orangtua. Tentu banyak orang tahu bagaimana Rasul menjadi pemimpin dan bagaimana dalam memperlakukan orang lain. Orangtua juga menjadi idola saya. Ayah dan ibu saya memiliki 10 anak, dan alhamdulillah semua `selamat' pendidikannya. Mereka seperti selalu punya cara, bagaimana mengarahkan anak-anaknya yang memiliki karakter yang berbeda.

Apa cita-cita Anda saat kecil?

Cita-cita saya adalah bekerja dan menjadi pemimpin. Ambisi ada tetapi tidak lantas membuat saya menjadi ambisius.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews